Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Karena Akun Mediafire Saya Di Lock Sebagian Software Dan Aplikasi Lainnya Telah Terhapus Jika Ingin Mendownloadnya. Silahkan Masukan komentar Kalian Pada Kolom Komentar Untuk Di Upload Ulang Kembali!
Because Mediafire Account Lock Part I In Software And Other Applications Has Deleted If want to download. Please Put You In Column comments Comments Submitted For Re-Return

Friday, March 25, 2011

Lagi, kekerasan aparat kepolisian terhadap masyarakat kecil

          Makassar, cakrawala-ide.com-"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia". Itulah slogan negara kita yang termaktub jelas dalam dasar negara ini pada sila terakhir. Kata keadilan, ibarat mencari jarum dalam jerami, itulah kondisi logis yang dapat kita rasakan hingga hari ini. Nilai keadilan hukum di bangsa ini sudah mengalami distorsi yang diakibatkan dengan maenset penegak hukum. Dan nilai hukum di negara ini pun dapat diperjual belikan.

          Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah organisasi gerakan didepan kantor kapolda sulselbar ( 17 maret 2011 ) seperti; HIPMA - MATRA, FOSIS UMI, FPPI, HIPERMAJU, IM3I, BEM FAI-UMI, LPSM, dan KOMUNAL, yan tergabung dalam aliansi SOLIDARITAS ANTI KRIMINALISASI PETANI. Mereka menuntut kapolda sulselbar tuk menindak lanjuti kasus penangkpan yang dilakukan oleh kepolisian resort MATRA terhadap petani sawit bapak dan anak ( Alimuddin dan Idris ). Keduanya dimeja hijaukan dengan tuduhan melakukan pencurian di kebun mereka sendiri. Hal ini justru sangat ironis mengingat hukum di di negra ini harus melindungi rakyatnya, sementara yang terjadi di lapangan hukum justru menjadi musuh masyarakat yang hingga saat ini masih eksis dan terus berjaya.  Hukum di negara ini juga telah ditundukkan oleh kekuatan modal. Dimana hukum saat ini9 telah menjadi alat untuk melindungi mereka yang memilki uang alias pemodal. Apakah ini dinamakan dengan tupongsi hukum? pertanyaan ini akan terus menjadi sebuah pekerjaan rumah bagi aparat penegak hukum di negeri ini.
          Alasan demi kepentingan umum selalu menjadi tameng bagi pengelola negara inni demi dalih memajukan kesejahteraan, maka tanah sebagai sumber utama bangsa ini pun beralih menjadi sektor industri. Sebuah kekerasan yang terjadi di Mamuju Utara ini menjadi tambahan dari rentetan kekkerasan yang dilakukan olehn oknum aparat kepolisian. Sebelumnya kasus serupa juga terjadi, juga yang mnejadi korban adalah masyarakat sipil yang kemudian tewas ditempat akibat menjadi korban salah tembak aparat kepolisian.
          Menurut Erik kordinator lapangan mengatakan " bahwa aksi yang dilakukan ini merupakan wujud ketidakpercayaan masyarakat kepada pihak kepolisian, dimana polisi saat ini sudah tidak berjalan lagi sesuai dengan koridornya, katanya polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat padahal semua tidaklah seratus persen benar, polisimsaat ini malah menjadi preman dan musuh dalam kehidupan masyarakat".
          Lain Erik pula pihak kepolisian yang menolak identitasnya di sebutkan mengatakan " jika kasus ini melibatkan oknum po,lisi maka akan ditindak lanjuti sesuai dengan prosedur hukum, tapi kalau melibatkan instansi ini harus dibawa ke pengadilan militer" tandasnya sambil tersenyum dalam aksi ini para demonstran menuntut kepada kapolda sulselbar untuk; 1. Copot kapolres Matra, 2. Membebaskan pak Alimuddin dan anaknya Idris, 3. hentikan penangkpan sal-asalan.

Sumber Informasi : 
http://cakrawala-ide.com/news/
Read More... Lagi, kekerasan aparat kepolisian terhadap masyarakat kecil

Friday, March 18, 2011

Senin, 8 Maret 2010 | 06:59 WIB

Ibu Melakukan Kekerasan pada Anak

”Pada dasarnya saya tidak mau menikah. Saya ingin bebas. Namun, saat orangtua memaksa saya menerima pinangan dari pemuda yang tadinya menginginkan kakak saya, saya tidak kuasa menolak.

Hari-hari persiapan perkawinan dan saat perkawinan, perasaan saya gundah dan tidak enak. Setelah satu tahun perkawinan, anak pertama saya lahir, laki-laki sekarang berusia 2 tahun 5 bulan. Tiba-tiba saya sering benci melihat anak itu dan saya pukuli. Bahkan, kalau ia rewel dan tidak menuruti kemauan saya, saya tidak kuasa menahan keinginan untuk lari dari rumah.

Pada suatu hari, ketika suami saya di kantor, saya pukuli anak itu dan saya kabur dari rumah. Saya meninggalkan anak itu sendiri di rumah. Namun, dalam perjalanan menuju stasiun bus yang bisa membawa saya pulang ke rumah orangtua, saya sadar dan timbul rasa kasihan kepada anak sehingga saya kembali ke rumah. Melihat anak itu sedang menangis sendirian, saya merasa kasihan dan memeluknya, serta menyadari kesalahan saya.

Saya menyesali tindakan saya, tetapi sering tidak kuasa untuk mengendalikan keinginan memukuli anak itu. Ibu, saya tidak bisa seperti ini terus. Kasihan anak saya. Saya merasa tidak cukup punya cinta kepada anak dan suami. Saya ingin cerai, Bu.

K (28 tahun)

Dinamika intrapsikis

Dinamika intrapsikis adalah suatu kondisi psikologis dalam (depth psychology) yang bergejolak dalam diri seseorang. Kondisi itu dan menjadi sumber penyebab munculnya perilaku yang tidak diinginkan orang itu sendiri. Apakah gerangan yang menyebabkan ibu kandung sekejam itu, sementara suaminya adalah seorang suami yang mencintainya, baik, dan sabar?

Masalahnya, dinamika intrapsikis ini tidak disadari oleh yang bersangkutan dan berawal, antara lain, dari pola asuh masa lalunya. K adalah anak bungsu dari empat bersaudara kandung yang perempuan semua. Ayahnya adalah seorang guru di kampungnya dan dikenal sebagai tokoh yang baik pekertinya.

Rupanya tersirat keinginan untuk mendidik anak-anak perempuannya dengan baik sehingga sikap terhadap anaknya amat keras. Bila menasihati anaknya, ia bisa berlama-lama. Selama dia memberi nasihat, anak harus tinggal diam di hadapannya tanpa boleh membantah.

Bila harus menghadapi nasihat ayah seperti itu, K akan terdiam, tetapi sangat marah. K memendam kata-kata ingin melawan ayah, tetapi tidak berani melontarkannya. Hubungan K dengan ayah dirasa K memang sangat buruk, bahkan bila mendengar suara motor ayah masuk halaman dia sudah berdebar-debar ketakutan.

Walaupun kemudian dia berpikir, ”Kenapa harus deg-degan?” Pernah K berbuat kesalahan kecil, tetapi dikejar oleh ayahnya untuk mendapat hukuman. K bersembunyi di atas tempat tidur tingkat. Ayahnya tidak naik ke tempat tidur, tetapi K dilempari dengan sepatu hak tinggi milik kakaknya. K disuruh turun dari tempat tidur. Sekitar dua jam ia dimarahi dan dinasihati berulang kali dengan kata-kata yang sama.

Ibunya pun tidak pandai menghargai diri sendiri dan kadang tidak berbuat tepat dalam keadaan tertentu serta berdaya menghadapi sikap ayah yang otoriter tersebut. K merasa rasa kasih dan cinta tidak pernah dirasakannya. K lebih sering tampil terdiam, terkesan seperti anak manis. Padahal, dalam hati ia merasa gejolak amarah dan benci begitu intensnya. K menjadi terbiasa dengan sikap tersebut.

Rasa bersalah

Dari hasil pemeriksaan psikologi, muncul gejala rasa bersalah yang sangat mendalam terutama bila K menerima sikap baik dan penuh kasih dari suami. Pengalaman relasi dengan ayah yang sangat buruk tersebut membuat K mengalami hambatan dalam perkembangan relasi sosial dengan lawan jenis. Selama pemeriksaan psikologi, muncul ungkapan rasa benci terhadap ayah dan rasa salah yang besar terhadap diri sendiri seperti:

”Saya ingin ayah saya menyadari bahwa dia salah dan dia bukan orang yang bijaksana.”

”Ayahku menyebalkan.”

”Kalau saya mengalami nasib malang, itu karena andil ayah saya.”

”Ayah palsu, di luar rumah dikenal baik, tetapi sesungguhnya dengan keluarga sendiri

sangat kejam.”

”Kesalahan yang terbesar adalah menikah.”

”Hal terburuk yang pernah saya lakukan adalah saya menikah. Saya tidak berhasil mencintai suami dan anak saya.”

Sulit bagi K meraih kenyamanan kasih yang diberikan oleh suaminya. Oleh karena itu, K merasa gagal dan tidak memiliki kemampuan untuk memberikan kasih dan cinta kepada suami, bahkan kepada anak laki-lakinya sendiri.

Situasi ini membuat K merasa marah dan benci kepada diri sendiri dan memunculkan rasa salah yang tiada terkira sehingga muncul keinginan untuk melarikan diri, bercerai, dan meninggalkan suami dan anaknya. Namun, suami tidak pernah menyetujui usul cerai K dan bahkan berupaya untuk lebih menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya.

Rasa salah dan kemarahan kepada diri sendiri tersebut semakin besar dan sering memicu tindak kekerasan yang tidak terkendali terhadap anaknya.

Solusi: K seyogianya memperoleh psikoterapi dengan pendekatan psikoanalitik.

Sawitri Supardi Sadarjoen Psikolog

 
Sumber Informasi :

http://www.detik.com/
Read More...

Tuesday, March 15, 2011

Komnas Catat 1.299 Kasus Kekerasan dalam Pacaran Sepanjang 2010  


Jakarta - Tak selamanya pacaran itu selalu romantis. Komnas Perempuan bahkan mencatat 1.299 kasus kekerasan yang menimpa kaum Hawa sepanjang 2010. Sedangkan kekerasan oleh mantan pacar sebanyak 33 kasus.

Hal ini diungkapkan oleh Komisioner Komnas Perempuan Yustina Rostiawati dalam jumpa pers di kantor Komnas Perempuan, Jl Latuharhary, Jakarta Pusat, Senin (7/3/2011).

Pengumuman kasus kekerasan terhadap perempuan ini dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2011 besok.

Komnas Perempuan juga mencatat, kekerasan suami pada istri dalam rumah tangga menurun dari 131.375 kasus pada tahun 2009 menjadi 98.577 kasus pada tahun 2010. Namun hal ini jangan diartikan kekerasan tidak meningkat. 

"Ini tidak bisa diartikan bahwa kekerasan terhadap perempuan menurun. Hal ini karena adanya penurunan kapasitas layanan yang disediakan negara dan akses keadilan yang masih mahal. Karena yang kami data ini adalah yang dilaporkan dan ditangani lembaga-lembaga," ujarnya.

Kasus kekerasan lainnya yakni 660 kasus kekerasan terhadap anak perempuan, 44 kasus kekerasan terhadap pembantu rumah tangga, 155 kasus kekerasan oleh mantan suami, dan 360 kasus kekerasan pada unit lain.

Total jumlah kekerasan pada perempuan sebanyak 105.103 kasus selama 2010. Kasus ini ditangani oleh 384 lembaga pengada layanan, antara lain pengadilan agama Jaksel, LBH Jakarta, RSUP Persahabatan, dan Polres Jakut. Pengaduan datang dari seluruh masyarakat Indonesia.

Komnas merinci kekerasan perempuan di ranah publik yakni 3.530 kasus dan 445 kasus di ranah negara.

Kekerasan di ranah publik hampir setengahnya atau 1.751 kasus adalah kekerasan seksual antara lain perkosaan, percobaan perkosaan, pencabulan dan pelecehan seksual.

"Jumlah kekerasan pada perempuan yang ditangani tahun 2010 yakni 105.103 kasus lebih sedikit dari yang ditangani pada tahun 2009 yakni 143.586 kasus," tutur dia.

Yustina menyebutkan, 55 lembaga yang pada tahun lalu ikut serta menyusun catatan kekerasan perempuan, tahun ini tidak dapat memberikan data. Hal ini karena beberapa hal seperti persoalan kapastitas pencatatan sistem internal mereka.

"60 persen dari lembaga yang juga memberi data ke kami adalah lembaga baru yang memiliki keterbatasan sumber daya manusia dan penganggaran," tutur dia.

 Sumber Informasi

http://us.detiknews.com/read/2011
Read More...
Kekerasan di Pengadilan Terus Meningkat


JAKARTA (JPNN) - Kekerasan yang terjadi di Pengadilan dari tahun ke tahun terus meningkat. Konsorium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), mencatat sepanjang tahun 2005-2010, terjadi 30 kekerasan yang di Pengadilan.
"Kekerasan yang terjadi bukan hanya pada kasus-kasus yang menarik perhatian publik atau mengundang massa yang banyak, tapi juga terjadi pada kasus-kasus kejahatan biasa dan kasus privat," kata Ketua Badan Pengurus KRHN, Firmansyah Arifin  kepada wartawan saat jumpa pers di Gedung Komisi Yudisial, Rabu (23/2).
KRHN merinci, 30 kekerasan yang terjadi di pengadilan itu masing-masing 2 kekerasan terjadi pada 2005, 1 kekerasan di 2006, 2 kekerasan di 2007, 4 kekerasan di 2008, dan 3 kekerasan di 2009. Sedangkan kekerasan yang paling banyak terjadi di tahun 2010 dengan mencapai 15 kekerasan.
Lebih jauh, Firmansyah mengatakan kekerasan tersebut bukan semata-mata bersifat kekerasan herbal, seperti membuat gaduh, melontarkan kritik atau melecehkan dan mencaci maki hakim, tetapi sudah sampai dalam bentuk kekerasan secara fisik seperti pemukulan, penusukan hingga pembunuhan.
"Saat-saat yang paling rawan terjadinya tindak kekerasan adalah pada saat majelis hakim selesai membacakan vonis putusan. Para pihak yang tidak puas langsung membuat keributan dengan disertai tindakan yang brutal dan anarkis," ujarnya.
Parahnya lagi kata Firmansyah, selain gedung pengadilan yang dirusak, turut menjadi korban tindak kekerasan adalah kalangan hakim, terdakwa, pihak pendukung, para saksi, jaksa dan advokat, serta jurnalis.
"Pelaku pada umumnya pihak yang tidakpuas atau masa pendukung. Jadi initinya, kekerasan potensial terjadi di hampir semua perkara di pengadilan tingkat negeri yang tersebar di seluruh Indonesia, dan semua kalagan berpotensi menjadi korban," tandasnya. (kyd/jpnn)


Sumber Informasi : 

http://komisiyudisial.go.id/
Read More...

Sunday, March 13, 2011

Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Kaum Adam



Jakarta - Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al Hujuraat: 13).

Sesuai dengan konsep dan inti ayat di atas maka pada hakekatnya laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling kenal mengenal dan memiliki kedudukan yang sederajat. Sampai beberapa dekade belakangan ini perempuan masih selalu dianggap sebagai pihak yang lemah, bodoh, obyek kaum laki-laki, masyarakat kelas dua, dan stigma buruk lainnya.

Sedikit melirik ke belakang sebagai perbandingan gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963. Buku ini ternyata berdampak luas. Lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) di tahun 1966. Gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan.

Dalam bidang Perundang-undangan tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Sementara gelombang feminisme di Indonesia mulai didengar gaungnya pada masa Raden Ajeng Kartini. Seorang puteri Bupati Jepara dengan Door Duistermis tox Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).

Itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang membudaya pada zamannya.

Kultur budaya masyarakat Indonesia yang mengedepankan laki-laki membuat dapat dipastikannya posisi perempuan bersifat subordinasi terhadap laki-laki. Memang posisi perempuan secara kultur budaya lebih rendah daripada laki-laki.

Mengapa kultur tersebut mengakar begitu dalam? Hal tersebut dipicu oleh budaya patriarkhi yang merupakan hegemoni laki-laki atas perempuan yang terlegitimasi dalam nilai dan norma sosial di masyarakat. Selain itu, budaya patriarkhi diteguhkan oleh pembakuan peran di mana kepentingan dan nilai-nilai 'phallo-centris' dipandang sebagai standar kepantasan dan lebih banyak memberikan keuntungan pada laki-laki (Steger & Lind 1999: xviii).

Pandangan masyarakat secara umum terhadap laki-laki yang menganggap bahwa laki-laki jauh lebih kuat dibanding perempuan secara fisik tidak dapat disalahkan. Walaupun tidak seratus persen benar.

Di era globalisasi seperti sekarang ini budaya patriarkhi tersebut tampaknya sedikit demi sedikit mulai terkikis eksistensinya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak juga perempuan-perempuan Indonesia yang mampu menunjukkan kekuatan, kemampuan, dan kapasitasnya sebagai individu di antara kaum laki-laki.

Sebut saja Mantan Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri, Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu, Direktur Utama PT  Pertamina Karen Agustiawan, Wakil Direktur Utama Bank BNI Felia Salim, dan sederet nama besar lainnya dari kalangan perempuan.

Selain itu tidak dapat dipungkiri masih ada juga perempuan-perempuan Indonesia lain yang nasibnya memang belum seberuntung nama-nama besar sebelumnya namun memiliki semangat juang yang luar biasa tinggi. Banyak kita jumpai perempuan-perempuan perkasa yang mampu mengangkat beban berat naik turun gunung dan keluar masuk hutan tanpa alas kaki demi mencari penghasilan tambahan.

Atau perempuan-perempuan yang mengais-ngais tumpukan sampah di Bantar Gebang maupun Leuwi Gajah demi mencari sisa-sisa makanan yang masih layak untuk memberi makan anaknya yang sedang sakit. Suami-suami mereka yang seorang buruh pabrik tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.

Berkaca pada porsi perempuan saat ini yang telah menempati peranan penting pada pos-pos vital dalam lini kehidupan seperti tersebut di atas maka pandangan bahwa perempuan lebih rendah dan laki-laki lebih tinggi sekarang ini seharusnya kita tinggalkan. Tidak lagi relevan dan tidak sejalan dengan keharusan zaman. Kita harus memandang baik laki-laki maupun perempuan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sama-sama bernilai mulai saat ini.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUKDRT) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah "setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau pun penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga".

Kekerasan dalam rumah tangga ini merupakan suatu bentuk tindak pidana. Apa yang sesungguhnya ingin dicapai oleh undang-Undang ini adalah meminimalisir tindak pidana KDRT dan pada akhirnya adalah terwujudnya posisi yang sama dan sederajat di antara sesama anggota keluarga. Posisi yang seimbang antara suami dan istri, anak dengan orang tua, dan juga posisi yang setara antara keluarga inti dengan orang-orang yang baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi bagian dari keluarga sementara saat itu dalam keluarga. Seperti pembantu rumah tangga maupun sanak saudara yang kebetulan tinggal dalam keluarga tersebut dengan tidak memberi pembatasan apakah mereka laki-laki atau perempuan.

Walaupun prosentase angka kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap suami tidak sebanyak yang terjadi pada kekerasan terhadap istri tapi faktanya kekerasan terhadap suami seperti itu memang ada. Masyarakat seolah-olah menganggap bahwa kekerasan yang dilakukan sang istri terhadap suaminya dalam rumah tangga adalah suatu kewajaran karena merupakan bagian dari dinamika kehidupan berumah tangga yang biasa terjadi.

Lalu kemudian menganggap bahwa sang suami akan mampu menghadapi dan mengatasinya. Dengan asumsi laki-laki secara fisik lebih kuat daripada perempuan. Sehingga, apabila suatu saat hal tersebut terjadi (kekerasan terhadap suami) sang suami bukannya mendapat motivasi atau dukungan moril dari orang terdekatnya tapi justru malah suami mendapat tekanan tambahan dari orang-orang sekelilingnya yang menganggapnya sebagai laki-laki pengecut, cupu (baca; culun punya), lemah di hadapan perempuan, tidak mampu mengendalikan istri dan sebagainya.

Mungkin bagi sebagian besar masyarakat kita menilai salah satu komedi situasi suami-suami takut istri (SSTI) yang ditayangkan di sebuah televisi hanyalah sebuah lelucon konyol untuk menghilangkan sejenak beban pikiran dan penat selepas beraktivitas penuh seharian. Namun, apabila dicermati dan dikritisi lebih lanjut sebenarnya situasi yang sedang digambarkan dalam komedi tersebut telah memenuhi unsur-unsur kekerasan dalam rumah tangga terhadap suami. Seperti kekerasan fisik, psikis, penelantaran rumah tangga.

Jadi, sebetulnya kita tidak dapat menafikkan kenyataan tersebut benar-benar terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Apa yang terjadi di kalangan selebritas mungkin dapat dijadikan contoh mudah yang sering kita lihat di televisi. Karena, seandainya saja kita mau jujur banyak juga terjadi suami-suami yang mengalami tekanan psikis di zaman sulit seperti sekarang ini.

Sebagai ilustrasi suami yang sudah mengalami tekanan kerja di kantor dari atasan karena tidak mencapai target pekerjaan yang direncanakan harus menghadapi kenyataan sesampainya di rumah mendapati kata-kata pedas dari istri karena tidak membawa pulang uang sejumlah yang di harapkan. Yang perlu diingat adalah bahwa Pasal 2 ayat (1) UUKDRT menyebutkan suami sebagai salah satu pihak yang termasuk dalam lingkup keluarga dan sepatutnya juga mendapat perlindungan apabila menjadi objek kekerasan dalam rumah tangga.

Pandangan bahwa UUKDRT lahir melulu ditujukan pada perlindungan perempuan atau istri dalam keluarga (mengutip terutama pengertian kekerasan dalam UUKDRT yang menggarisbawahi terutama perempuan) harus segera diluruskan dan mendapat perhatian penuh. Khususnya pada saat sosialisasi dan dialog-dialog mengenai kekerasan dalam rumah tangga.

Porsi pembahasan dan penitikberatan antara kemungkinan kekerasan yang akan dilakukan oleh pihak istri maupun suami dan atau anak laki-laki dalam rumah tangga harus berimbang. Sehingga, para suami di bumi Indonesia ini tidak merasa posisinya selalu dipojokkan dan selalu menjadi pihak yang akan dianggap bersalah nantinya terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga.

Masih banyak juga suami-suami atau laki-laki yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral penghormatan terhadap perempuan. Mengingat kesetaraan gender yang selalu dikumandangkan selama ini menginginkan kedudukan yang sama antara laki-laki dan perempuan.

Untuk itu kita perlu melakukan rekonstruksi nilai melalui reinterpretasi terhadap ruang lingkup pengertian kekerasan dalam rumah tangga. Karena, UUKDRT kita juga sesungguhnya mengkover perlindungan korban kekerasan dalam rumah tangga dari pihak laki-laki atau suami.

Pada akhirnya ajaran bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu kiranya secara umum sudah dapat kita terima kebenarannya. Baik dari pandangan agama, kultur, budaya, memang mewajibkan kita untuk menghormati perempuan bernama ibu. Namun, jangan pula dilupakan bahwa sesungguhnya ada ungkapan lain yang selanjutnya mengikuti.

Ajaran yang menyebutkan bahwa surga bagi sang ibu berada di bawah telapak kaki sang bapak atau surganya istri berada di bawah telapak kaki suami. Walaupun kembali lagi kita harus meninjau ulang suami atau bapak seperti apa yang pantas menyandang predikat itu sehingga ke depannya tidak terjadi pemahaman yang keliru mengenai ajaran tentang kepatuhan istri terhadap suami tersebut. (LPK2DRT Jakarta)

Sumber Informasi : 

http://suarapembaca.detik.com/
Read More...

5 Kerugian Polri Diintervensi Politik

Dadan Muhammad Ramdan
Ilustrasi
JAKARTA - Indonesian Police Watch (IPW) menilai pencopotan mendadak Wakapolda Metro Brigjen Heriawan yang baru sepekan menjabat sarat intervensi politik.

"IPW brharap Kapolri bersikap tegas menolak intervensi dari luar Jika tidak, Polri alami lima kerugian," jelas Presidium IPW Neta S Pane dalam rilis yang diterima okezone, Sabtu (19/2/2011).

Pertama, Polri akan dinilai publik tidak becus dalam manajemen kaderisasi. Kedua, Polri akan terus-menerus diintervensi kekuatan politik, bukan mustahil pencalonan wakapolri juga akan diintervensi. Ketiga, Polri akan jadi korban politisasi kepntingan politik. Keempat, kader-kader Polri akan prustasi. Kelima, Polri tidak akan pernah profesional.

Seperti diberitakan, Brigjen Pol Heriawan baru sepekan menjabat sebagai Wakapolda Metro Jaya. Jabatan tersebut berpindah ke tangan Brigjen Polisi Suhardi Alius yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Mabes Polri.

Berdasarkan surat telegram rahasia (STR) bernomor STR/119/11/2011, Suhardi Alius yang pernah menjadi Koorspri Jenderal (Purn) Sutanto saat menjadi Kapolri ditetapkan menggantikan Brigjen Pol Heriawan yang semula dimutasi sebagai Wakapolda Metro Jaya. Surat mutasi ditandatangani Wakapolri Komjen Pol Jusuf Manggabarani.(ram)

Sumber Informasi : 
http://m.okezone.com
Read More...


 

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Perlu diketahui bahwa batasan pengertian Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga (PKDRT) yang terdapat di dalam undang-undang No. 23 tahun 2004, adalah ; “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan, atau penderitaan secara fisik, seksual psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga” (vide, pasal 1 ayat 1 ).

Mengingat UU tentang KDRT merupakan hukum publik yang didalamnya ada ancaman pidana penjara atau denda bagi yang melanggarnya, maka masyarakat luas khususnya kaum lelaki, dalam kedudukan sebagai kepala keluarga sebaiknya mengetahui apa itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Adapun tentang siapa saja yang termasuk dalam lingkup rumah tangga, adalah : a). Suami, isteri, dan anak, termasuk anak angkat dan anak tiri ; b). Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri yang tinggal menetap dalam rumah tangga, seperti : mertua, menantu, ipar, dan besan ; dan c). Orang yang bekerja membantu di rumah tangga dan menetap tinggal dalam rumah tangga tersebut, seperti PRT.

Adapun bentuk KDRT seperti yang disebut di atas dapat dilakukan suami terhadap anggota keluarganya dalam bentuk : 1) Kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat ; 2) Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dll. 3).Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak wajar, baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan komersial, atau tujuan tertentu ; dan 4). Penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah tangganya, yang mana menurut hukum diwajibkan atasnya. Selain itu penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Bagi korban KDRT undang-undang telah mengatur akan hak-hak yang dapat dituntut kepada pelakunya, antara lain : a).Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya maupun atas penetapan perintah perlindungan dari pengadilan ; b).Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis ; c). Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban ; d).Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum ; dan e). Pelayanan bimbingan rohani. Selain itu korban KDRT juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani. (vide, pasal 10 UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT).

Dalam UU PKDRT Pemerintah mempunyai kewajiban, yaitu : a).Merumuskan kebijakan penghapusan KDRT ; b). Menyelenggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang KDRT ; c). Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang KDRT ; dan d). Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender, dan isu KDRT serta menetapkan standard dan akreditasi pelayanan yang sensitif jender.

UU No.23 tahun 2004 juga mengatur kewajiban masyarakat dalam PKDRT, dimana bagi setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) wajib melakukan upaya : a) mencegah KDRT ; b) Memberikan perlindungan kepada korban ; c).Memberikan pertolongan darurat ; dan d). Mengajukan proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan ; (vide pasal 15 UU PKDRT). Namun untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi di dalam relasi antar suami-isteri, maka yang berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan KDRT yang dialaminya kepada pihak kepolisian. ( vide, pasal 26 ayat 1 UU 23 tahun 2004 tentang PKDRT).

Namun korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau Advokat/Pengacara untuk melaporkan KDRT ke kepolisian (vide, pasal 26 ayat 2). Jika yang menjadi korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang bersangkutan (vide, pasal 27). Adapun mengenai sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual, berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta s/d 500 juta rupiah. ( vide pasal 47 dan 48 UU PKDRT).

Dan perlu diketahui juga, bahwa pada umumnya UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT, bukan hanya melulu ditujukan kepada seorang suami, tapi juga juga bisa ditujukan kepada seorang isteri yang melakukan kekerasan terhadap suaminya, anak-anaknya, keluarganya atau pembantunya yang menetap tinggal dalam satu rumah tangga tersebut 


Sumber Informasi :

http://rizalrifky.blogspot.com
Read More...

Friday, March 11, 2011

Pemahaman Tentang Demokrasi


Pemahaman Tentang Demokrasi.


1.            Konsep Demokrasi.
Definisi demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan (kratein) dari/oleh/untuk rakyat (demos). Menurut konsep demokrasi, keuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat yang didefinisikan sebagai warganegara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktek, demos menyiratkan makna dikriminatif. Demos bukanlah rakyat keseluruhan, tetapi hanya populous tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal dari para pengontrol akses ke sumber-sumber kekuasaaan, yang diakui dan bisa mengklaim memiliki hak-hak prerogratif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan public atau pemerintahan.
Dalam perkembangan zaman modern, ketika kehidupan memasuki skala luas, tidak lagi berformat local, ketika Negara sudah berskala nasional, ketika demokrasi tidak mungkin lagi direalisasikan dalam wujud partisipasi langsung, masalah diskriminasi dalam kegiatan politik tetap saja berlangsung, meskipun tentu sudah berbeda dalam prakteknya dengan pengalaman yang terjadi di masa polis Yunani kuno.

2.            Bentuk Demokrasi Dalam Pengertian Sistem Pemerintahan Negara.
             a. Bentuk Demokrasi.
 Setiap Negara mempunyai cirri khas dalam pengertian pelaksanaan kedaulatan rakyat atau demokrasi. Hal ini ditentukan oleh sejarah Negara yang bersangkutan, kebudayaan, pandangan hidup, serta tujuan yang ingin dicapainya. Ada berbagai bentuk demokrasi dalam pengertian sistem pemerintaha Negara, antara lain :
1)      Pemerintahan Monarchi : monarchi mutlak (absolute); monarchi konstitusional dan monarchi parlementer.
2)      Pemerintahan Republik : berasal dari bahasa latin (Yunani), Res berarti Pemerintahan Republik dapat diartikan pemerintahan yang dijalankan oleh dan untuk kepentingan orang banyak (rakyat)

             b. Kekuasaan Dalam Pemerintahan.

 Kekuasaan pemerintahan dalam Negara dipisahkan menjadi tiga cabang kekuasaan yaitu :
1)      Kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membuat undang-undang yang dijalankan oleh parlemen);
2)      Kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk menjalankan undang-undang yang dijalankan oleh pemerintah);
3)      Kekuasaan federative (kekuasaan untuk menyatakan perang dan damai, membuat perserikatan dan tindakan-tindakan lainnya dengan luar negeri);
4)      Kekuasaan yudikatif (mengadili) merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif (Teori Trias Politika oleh John Locke).
Kemudian Montesque menyatakan bahwa kekuasaan Negara harus dibagi dan dilaksanakan oleh tiga orang atau badan yang berbeda-beda dan terpisah satu sama lainnya seara berdiri sendiri (independent) tanpa pengaruh badan yang lainnya. 

 c. Klasifikasi Sistem Pemerintahan.
1)      Dalam Sistem Kepartaian dikenal adanya tiga macam sistem kepartaian yaitu system multi parta (poly partism system), system dua partai (biparty system) dan system satu partai (mono party system).
2)      Sistem pengisian jabatan pemegang kekuasaan Negara.
3)      Hubungan antara pemegang kekuasaan Negara, terutama antara eksekutif dan legislative.
Model Sistem –sistem  Pemerintahan Negara ada empat macam yaitu :
1)      Sistem pemerintahan dictator (dictator borjuis dan proletar);
2)      Sistem pemerintahan parlementer;
3)      Sistem pemerintahan presidentsil;
4)      Sistem pemerintahan campuran.

d. Prinsip Dasar Pemrintahan Republik Indonesia. 

Pancasila sebagai landasan idiil, bagi bangsa Indonesia. Pancasila memiliki arti sebagai pandangan hidup dan jiwa bangsa; kepribadian bangsa; tujuan dan cita-cita; cita-cita hokum bangsa dan Negara; serta cita-cita moral bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai kedudukan yang pasti dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara Indonesia.
UUD 1945 sebagai sumber pokok system pemerintahan Republik Indonesia, terdiri atas Hukum Dasar Tertulis yaitu UUD 1945 (Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan) dan Hukum Dasar Tidak Tertulis yaitu perjanjian dasar yang dihormati, dijunjung tinggi serta ditaati segenap warganegara, alat dan lembaga negara dan diperlukan sama seperti Hukum Dasar Tertulis.

e. Beberapa Rumusan Pancasila Yang Kita Kenal.

Rumusan Mr.Muhamad Yamin yang disampaikan pada pidato mpada siding BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 sebagai berikut :
1)      Peri kebangsaan;
2)      Peri kemanusiaan;
3)      Peri ketuhanan;
4)      Peri kerakyatan; dan
5)      Kesejahteraan Rakyat
Kemudian pada siding yang sama hari itu juga Mr. M. Yamin menyampaikan rancangan preambule UUD, didalamnya tercantum lima rumusan dasar Negara, yaitu :
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa;
2)      Kebangsaan Persatuan Indonesia ;
3)      Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab;
4)      Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan  Dalam Permusywaran Perwakilan;
5)      Keadilan social Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Yang Pada Akhirnya tersusun rumusan Pancasila yang sebagaimana didalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa.
2)      Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
3)      Persatuan Indonesia.
4)      Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.
5)      Keadilan social Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Makna dari pembukaan UUD 1945 adalah bahwa bangsa Indonesia mengakui kemerdekaan itu adalah hak asasi manusia; bangsa Indonesia berpendapat dan akan terus menentang dan menghapuskan segala bentuk penjajahan, baik penjajahan fifik, ekonomi, budaya, poltik dan lain-lain, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Beberapa prinsip dasar system pemerintahan Indonesia yang terdapat dalam UUD 1945 adalah bahwa Indonesia ialah Negara yang berdasar atas hokum (rechstaat), system konsititusi, kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan MPR, Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah Majelis, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR dan kekuasaan kepala Negara tidak terbatas.
Sejarah perkembangan sistem pemerintahan Indonesia dibagi menjadi enam periode, yaitu :
1)      Masa UUD 1945 Pertama (1945-1949);
2)      Masa Konstitusi RIS (1949-1950);
3)      Masa UUDS 1950 (1950-1959);
4)      Masa UUD 1945 Kedua (Orde Lama; 1959-1965);
5)      Masa UUD 1945 Ketiga (Orde Baru (1965-1998);
6)      UUD 1945 beserta Amandemennya (Orde Reformasi; 1998-sekarang)

        Presiden adalah Penyelenggara pemerintahan trtinggi dibawah Majelis dalam menjalankan pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggungjawab adalah di tangan Presiden. Kedudukan presiden adalah kepala pemerintahan, kepala Negara, pemegang kekuasaan legislative bersama DPR dan mandataris MPR.
        Adapun syarat-syarat calon Presiden Wakil Presiden :

1)      WNI;
2)      Telah berusia 40 tahun;
3)      Bukan orang yang sedang dicabut haknya untuk dipilih dalm pemilu;
4)      Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
5)      Setia kepada cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila dan UUD 1945;
6)      Bersedia menjalankan haluan Negara menurut GBHN yang telah ditetapkan MPR dan putusan-putusan Majelis;
7)      Berwibawa;
8)      Jujur;
9)      Cakap;
10)   Adil;
11)   Tidak sedang menjalani pidana berdasarkan putusan pengadilan yang tidak dapat dirubah lagi karena tindak pidana sekurang-kurangnya 5 tahun;
12)   Tidak terganggu jiwa/ingatannya.

                       f. Hubungan Antar Lembaga Negara.

1)      Badan pelaksana Pemerintahan (Eksekutif)
a) Pembagian berdasarkan tugas dan fungsi :
1.       Departemen, beserta aparat dibawahnya.
2.       Lembaga Pemerintahan bukan departemen.
3.       Badan usaha milik Negara (BUMN).
                        b) Pembagian berdasarkan kewilayahan dan tingkat pemerintahan :
1.       Pemerintah pusat.
2.       Pemerintah wilayah terdiri dari propinsi/daerah khusu ibukota/daerah istimewa, kabupaten/kota dan kota administrative, kecamatan, desa/kelurahan.
3.       Pemerintah daerah, yang terdiri dari pemerintahan daerah tingkat I dan pemerintahan tingkat II.

2)                                              Hal Pemerintahan Pusat.

        a) Organisasi Kabinet. Menteri Koordinator (Menko), jumlah dan nama tergantung kebutuhan
        b) Badan Pelaksana Pemerintahan yang bukan Departemen dan BUMN.
1. Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI.
2.  Kejaksaan Agung RI.
3. Lembaga-lembaga non Departemen, yang secara administrative dikoordinasikan oleh Setneg, yaitu : LAN, LAPAN, LIPI, LSN, BAKN, BATAN, BULOG, Bakorsutanal, BKKKBN, BAPPENAS, BKPM, BPPT, BAKIN, BPKP, BPS, ARNAS, BPN dan BPIS.
                        c) Sedangkan dewan-dewan yang membantu Presiden dalam memberikan pertimbangan, saran, nasehat dalam merumuskan sesuatu bidang tertentu terdapat Dewan Telekomunikasi, Dewan Maritim, Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional, Dewan Tenaga Atom, Dewan Pembina dan Pengelola Industri-industri Strategis dan lain-lain.
        3) Pola Adminstrasi dan Manajemen Pemerintahan RI.
        Menurut Herbert A. Simon, batasan mengenai administrasi Negara, yaitu : kegiatan yang dilakukan oleh badan-badan eksekutif di pusat dan daerah, dewan dan komisi yang dibentuk oleh kongres dan lembaga legislatif daerah (Negara bagian); kerjasama-kerajasama yang dilakukan oleh pemerintah; serta beberapa lembaga yang mempunyai yudikatif dan legislatif  baik di dalam maupun di luar administrasi pemerintahanan.
        Pola administrasi dan manajemen pada pemerintahan RI menggunakan pola musyawarah dan mufakat dalam pelaksanaannya, diliputi semangat kekeluargaan, konsekuen dalam melaksanakan keptusan, keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.

        4) Tugas Pokok Pemerintahan Negara RI.
        Meliputi melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Sedangkan fungsinya dalam melaksanakan tugas pokok adalah menyelenggarakan pertahanan dan keamanan, kehakiman dan peradilan, urusan perekonomian, pembinaan demokrasi serta politik dalam dan luar negeri, memelihara kesejateraan kesahatan dan kehidupan social, keuangan, melaksanakan pendidikan dan kebudayaan, membina agama dan kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa.

        5) Hal Pemerintahan Wilayah.
 
        Wilayah dibentuk berdasarkan asas dekosentrasi disebut wilayah administrasi yang selanjutnya disebut wilayah. Wilayah-wilayah disusun secara vertical dan merupakan lingkungan kerja perangkat pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di daerah. Nomenklatur dan titelatur pada pemerintahan wilayah dalah propinsi/daerah khusus ibukota/daerah istimewa dipimpin seorang gubernur, kabupaten/kota dipimpin seorang bupati/walikota, kota administrative dipimpin oleh seorang walikota, kecamatan dipimpin oleh seorang camat dan desa/kelurahan dipimpin oleh kepala desa/lurah.




Read More... Pemahaman Tentang Demokrasi

PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB 1
PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Latar belakang Pendidikan Kewarganegaraan dan Kompetensi Yang Diaharapkan.

1.         Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan.

            Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, dilanjutkan dengan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan, menimbulkan kondisi dan tuntutan yang yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang yang dilandasi oleh jiwa, tekad dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah Nusantara.
            Semangat perjuangan bangsa yang tidak mengenal menyrerah telah terbukti pada perang kemerdekaan 17 Agustus 1945. Semangat perjuangan bangsai tersebut dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ikhlas berkorban adalah nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia. Semangat perjuangan bangsa merupakan kekuatan mental spiritual yang dapat melahirkan sikap dan perilaku heroik dan patriotik serta menumbuhkan kekuatan, kesanggupan dan kemauan yang luar biasa.
            Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia pada perjuangan Fisik dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi landasan dalam mengisi kemerdekaan telah mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
            Perkembangan globalisasi ditandai ndengan kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur percaturan perpolitikan, perekonomian, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, baik antar Negara maju dengan Negara-negara berkembang maupun anatar sesamanegara berkembang serta lembaga-lembaga internasional.
            Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang informasi, komunikasi dan transportasi, sehingga dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi kampong sedunia tanpa mengenal batas Negara. Kondisi yang demikian menciptakan struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia.
            Dari uraian tersebut di atas, bahwa semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual yang melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa Perjuangan Fisik. Dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan diperlukan Perjuangan Non Fisik, dalam rangka Perjuangan Non Fisik sesuai bidang profesi masing-masing diperlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warganegara.

2.         Kompetensi Yang Diharapkan Dari Pendidikan Kewarganegaraan.
a.         Hakikat Pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu Negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga mayarakat, bangsa dan Negara, secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemapuan kognitif dan psikomotorik). Pendidikan Tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarkan sebagai perubahan kehidupan.
b.         Kemampuan Warganegara. Suatu Negara untuk hidup berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan, perubahan masa depannya, sangat memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (iptek) yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai perjuangan bangsa.
            Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air, bersendikan kebudayaan bangsa, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional kepada para mahasiswa calon sarajana/ilmuan warganegara Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mengkaji dan akan menguasai iptek dan seni, menjadi tujuan utama Pendidikan Kewarga-negaraan.
            Pembekalan kepada peserta didik di Indonesia berkenan dengan pemupukan nilai-nilai, sikap dan kepribadian seperti tersebut diatas, diandalkan pada Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan termasuk Pendidikan Pendahuluan Bela Negara, serta Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar.
c.         Menumbuhkan Wawasan Warganegara. Untuk menumbuhkan wawasan warganegara dalam hal persahabatan, pengertian antar bangsa dan perdamaian dunia serta kesadaran bela Negara, sikap dan perilaku yang bersendikan nilai-nilai budaya bnaghsa. Wawasan Nusantara dan ketahanan Nasional kepada setiap warganegara Republik Indonesia harus menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang merupakan misi tanggung jawab Penididkan Kewargaengaraan. Hak Asasi Manusia, sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai dengan kehidupan kesehariannya.
d.         Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan. Rakyat Indonesia melalui Majelis Perwakilannya (MPR) menyatakan bahwa : Pendidikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia diarahkan untuk : “menigkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta mayarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
            Selanjutnya dinyatakan bahwa :”Pendidikan Nasioanl bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, professional, bertanggungjawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
            Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum dan isi pendidikan yang memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan terus ditingkatkan dan dikembangkan di smua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
e.         Komptensi Yang Diharapkan. Dala penjelasan undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenan dengan hubungan antar warganegara dengan Negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warganegara yang dapat diandalkan.
            Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tenggung jawab, yang harus dimiliki seseorang sabagai syarat untuk dapat dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Seseorang warganegara dalam berhubungan dengan Negara dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat harus bersifat cerdas yang dimaksudkan untuk tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak.
            Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil, akan membuahkan sikap mental bersifat cerdas, penuh rasa tanggungjawab dari peserta didik dengan perilaku yang:
1)    Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa,
2)    Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermayrakat, berbangsa dan bernegara.
3)    Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warganegara.
4)    Bersifat profesioanal yang dijiwai oleh kesadaran Bela Negara.
5)    Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan Negara.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warganegara Negara Kesatuan Republik Indonesia diharapkan mampu:”Memahami, menganalisis dan menjawab berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945.
Dari uraian diatas tersebut di atas, bahwa ndalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi pengaruh global, maka setiap warganegara Negara Kesatuan Republik Indonesia pada umumnya dan mahasiswa calon sarjana/ilmuan pada khususnya harus tetap jati dirinya yang berjiwa patriotic dan cinta tanah air di dalam Perjuangan Non Fisik sesuai dengan bidang profesi masing-masing ndi dalam semua aspek kehidupan.

Pemahaman Tentang Bangsa, Negara, Hak dan Kewajiban Warga Negara, Hubungan Warganegara dengan Negara Atas Dasar Demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bela Negara.

1.         Pengertian dan Pemahaman Tentang Bngsa dan Negara. 

        Sebelum memepelajari tentang bangsa dan Negara, maka terlebih dahulu perlu disepakati pengertian tentang bangsa dan Negara, agar dalam pemahamnnya tidak terjadi kesalahan tafsir. Pengertian-pengertian dapat diuraikan sebagai berikut:

a.         Pengertian Bangsa. Adalah orang-orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri. Bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi.

b.         Pengertian dan Pemahaman Negara.

1)    Pengertian Negara.
a)    Adalah suatu organisasi diantara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi.
b)    Adalah suatu perserikatan yang melaksanakan suatu pemerintahan melalui hokum yang mengikat masyarakat dengan kekuasaan tuntuk memaksa.

2)    Teori Terbentuknya Negara.

a)    Teori Hukum Alam. Pemikiran pada masa Plato dan Aristoteles : kondisi Alam → Tumbuhnya Manusia → Berkembang Negara.

b)    Teori Ketuhanan. (Islam + Kristen ) → Segala sesuatu adalah Cipatan Tuhan .

c)    Teori Perjanjian (Thomas Hobbes). Manusia menghadapi keadaan alam timbul kekerasan, manusia akan musnah bila, tidak berubah cara-caranya, maka bersatulah manusia itu untuk melawan dan menggunakan persatuan dalam gerak tunggal untuk kebutuhan bersama.

3)     Proses Terbentuknya Negara di Zaman Modern. Penaklukan,peleburan (Fusi), pemisahan diri dan pendudukan atas Negara atau Wilayah yang belum ada pemrintahan sebelumnya.

4)    Unsur Negara

a)    Bersifat Konsitutif. Adanya wilayah yang meliputi udara, darat dan perairan (khusus perairan tidak mutlak), rakyat atau masyarakat dan pemerintahan yang berdaulat.
b)    Bersifat Deklaratif. Adanya tujuan Negara, undang-undang Dasar; pengakuan dari Negara lain baik secara “de jure” maupun secar “de facto”, dan masuknya Negara dalam perhimpunan bangsa-bangsa misalnya PBB.

                5)   Bentuk Negara. Negara kesatuan (unitary state) dan Negara serikat (federation).
  
2.         Negara dan Warga Negara Dalam Sistem Kenegaraan di Indonesia.

            Kedudukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara yang pada dasarnya mempunyai persayaratan adanya Wilayah, adanya Pemerintahan, adanya Penduduk sebagai warganegara serta adanya Pengakuan dari Negara-negara lain sudah terpenuhi oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI adalah neagara yang berdaulat mendapatkan pengakuan dari dunia internasional sejak berdirinya berdasarkan UUD 1945, masuk sebagai anggota PBB. NKRI didirikan berdasarkan UUD 1945 yang mengatur tentang kewajiban Negara terhadap warganya, hak dan kewajiban warganegara terhadapa neagranya dalam suatu system kenegaraan. Kewajiban Negara terhadap warganya pada alas an memberikan kesejahteraan hidup dan keamanan lahir batin sesuai dengan system demokrasi yang dianutnya serta turut melindungi hak asasinya sebagai manusia secara individual (HAM) berdasarkan ketentuan internasional yang dibatasi oleh ketentuan agama, etika, moral dan budaya yang berlaku di Indonesia.

3.         proses Bangsa Yang Menegara.
            Proses bangsa menegara adalah suatu proses yang memberikan gambaran tentang bagaimana terbentuknya Negara merupakan organisasi yang memadai bangsa itu, sehingga tumbuh kesadaran tuntuk mempertahankan tetap tegak dan utuhnya Negara melalui upaya Bela Negara.
Motivasi untuk sadar Bela Negara sebagai berikut :
-Bangsa Yang Berbudaya, artinya bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanya/ “Tuhan” disebut Agama;
-Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan Lingkungan, berhubungan dengan sesamanya dan alam sekitarnya disebut Sosial;
-Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan Kekuasaaan, disebut politik;
-Bangsa Yang Mau Hidup Tentram dan Sejahtera, berhubungan dengan rasa kepedulian dan ketenangan serta kenyaman hidup dalam Negara disebut Pertahanan dan Keamanan.
            Pada zaman modern adanya Negara lazimnya dinemarkan oleh anggapan-anggapan atau pandangan kemanusiaan. Demikian pula halnya menurut bangsa Indonesia, sebagaiman dirumuskan di dalam Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945, adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa sehingga penajajahn yang bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan harus dihapuskan. Apabila “dalil” ini kita analisis secara teoritis, maka hidup berkelompok baik bermayarakat, berbangsa dan bernegara seharusnya tidak mencerminkan eksploitasi sesam manusia (penajajahan) harus berperikemanusiaan dan harus berperikeadilan. Inilah teori paling mendasar dari pada bangsa Indonesia tentang bernegara. Perbedaan konsep bernegara tentang Negara dilandasi oleh pemikiran ideologis adalah penyebab utamanya, sehingga perlu kita pahami filosofi ketatanegaraan tentang makna kebebasan atau kemerdekaan suatu bangsa dalam kaitannya dengan ideologinya.
            Perkembangan pemikiran seperti ini mempengaruhi pula perdebatan di dalam PPKI, baik didalam membahas wilayah Negara maupun di dalam merumuskan Pembukaan UUD 1945 yang sebenarnya direncanakan naskah proklamasi.
            Dengan demikian sekalipun pemerintah belum terbentuk bahwa hokum dasarnya pun belum disahkan, namun bangsa Indonesia beranggapan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah ada semenjak diproklamasikan.
Rangkaian tahap-tahap yang berkesinambungan secara ringkas tersebut adalah sebagai berikut:
a)    Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
b)    Proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan dan
c)    Keadaan bernegara yang nilai-nilai dasarnya ialah merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Bangsa Indonesia menterjemahkan secara rinci perkembangan teorikenegaraan tentang terjadinya Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu proses yang tidak sekedar dimulai dari proklamasi melainkan bahwa perjuangan kemerdekaan pun mempunyai peran khususnya dalam pembentukan ide-ide dasar yang dicita-citakan.
Kedua, bahwa proklamasi barulah “mengantarkan bangsa Indonesia” sampai ke pinti gerbang kemerdekaan. Dengan proklamasi tidak berarti bahwa telah “selesai” kita bernegara.
Ketiga, bahwa keadaan bernegara yang kita cita-citakan bukanlah sekedar adanya pemerintahan, wilayah dan bangsa, melainkan harus kita isi menuju keadaan merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur.
Keempat, bahwa terjadinya Negara adalah kehendak seluruh bangsa dan bukan keinginan golongan yang kaya dan yang pandai (borjuis) atau golongan yang ekonomi lemah untuk menentang yang ekonomi kuat seperti dalam teori kelas.
Kelima, unsure religiustitas dalam terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Unsure kelima inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi pokok-pokok pikiran keempat yang terkandung didalam Pembukaan UUD 1945 yaitu bahwa Indonesia bernegara mendasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
            Oleh karena itu Undang-undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelanggara Negara untuk memelihara budi pekerti yang luhur. Proses bangsa yang menegara di Indonesia diawali dengan adanya pengakuana yang sama terhadap kebenaran hakiki, disamping kesejarahan yang merupakan kebenara secara factual dan otentik. Kebenaran hakiki dan kesejarahan yang di maksud adalah:
Pertama, kebenaran Yang Berasal Dari Tuhan Pencipta Alam Semesta. Kebenaran tersebut adalah sebagai berikut: Ke-Esa­-an Tuhan; Manusia harus ada hubungan social dengan lainnya serta mempunyai nilai keadilan; Menyakini bahwa kekuasaan di dunia adalah kekuasaan manusia. Falasafah dan Ideologi tersebut di Negara (NKRI) dirumuskan dengan nama Pancasila.
Kedua, kesejarahan. Sejarah merupakan salah satu dasar yang tidak dapat ditinggalkan karena sejarah merupakan bukti otentik dan berdasarkan sejarah pula bangsa akan mengetahui dan memahami bagaimana proses terbentuknya NKRI baik secara filosif maupun etika moralnya sebagai hasil perjuangan bangsa, dengan demikian mereka akan mengerti dan menyadari kewajiban secara individual terhadap bangsa dan negaranya.
Read More... PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...